Rabu, 18 Januari 2012

Siaga Bandung Untuk Amblasan Tanah


Bandung merupakan salah satu tempat dimana mawar dan benalu dapat tumbuh dalam satu kebun.Keindahan alamnya terpampang disetiap sudut kota.Tangkuban Perahu,Situ Lembang,maupun kompleks karst hanya beberapa contoh dari kekayaan alam yang dimiliki kota bersejarah ini.Fenomena ini sayangnya bukan satu-satunya potensi alam yang menyelimuti Bandung  karena bencana alam selalu mengiringi kehidupan masyarakatnya.
Mungkin bencana alam seperti longsor,banjir,ataupun angin puyuh menjadi kejadian alam yang  paling familiar ditelinga masyarakat saat ini khususnya Bandung.Namun sebenarnya terdapat bencana alam lain yang dapat berada lebih dekat dengan kita dan sangat berpotensi menimbulkan korban jiwa maupun harta.Bencana alam tersebut adalah tanah amblas atau dikenal juga dengan sebutan land subsidience.Amblasan tanah ini dapat terjadi dalam skala area luas maupun sempit.Secara umum,land subsidience dapat terjadi karena adanya pengambilan air tanah berlebih di suatu akuifer. Pengambilan air tanah di akifer ini terwujud dalam pemompaan air menggunakan mesin ataupun sumur yang berlebih,sehingga menyebabkan turunnya muka air tanah.Dengan adanya penurunan muka air tanah ini,air yang mengisi ruang antar partikel batuan menjadi  tak ada.Hal tersebutlah yang memacu  partikel batuan yang padat semakin kompak dan akhirnya terjadi suatu amblesan.Amblesan tanah ini bersifat irreversible/tak dapat dipulihkan ,artinya ketika kita menginjeksikan atau memasukan air kembali ke akuifer yang kehilangan air,tanah yang sudah amblas tersebut tak dapat kembali ke kondisi awal. Tanah amblas yang dipicu oleh peristiwa ini pada umumnya terjadi di daerah dengan populasi bangunan yang memiliki sumur artesis dan pemompaan air nya tak terkendali dengan baik.

Selain dikarenakan pemompaan air yang berlebih,pembebanan dipermukaan pun dapat memicu terjadinya amblesan tanah.Pembebanan ini muncul dengan wujud hadirnya bangunan-bangunan  dengan berat total yang lebih besar dari daya tahan permukaan yang menopangnya.Alur terjadinya amblesan tanah akibat pembebanan ini dapat dianalogikan seperti diletakannya batu besar diatas spon berisi air.

Penyebab lainnya  adalah kompaksi alami yang dialami oleh sedimen muda.Sedimen merupakan material lepas hasil pelapukan batu,tererosi,lalu mengalami transportasi dan akhirnya mengendap disuatu tempat.Pada saat mengendap inilah proses kompaksi terjadi,partikel lepas tadi menjadi saling mendekat dan terpadatkan,sehingga dapat menyebabkan turunnya permukaan/amblas.

Selain ketiga penyebab diatas,land subsidience pun dapat dipicu oleh pengaruh aktifnya struktur geologi.Tempat yang saat ini kita tempati ini dipengaruhi  gaya dari dalam bumi .Ketika suatu daerah dipengaruhi oleh gaya-gaya yang memiliki arah tertentu,secara bertahap akan terbentuk suatu zona lemah didaerah tersebut yang nantinya  akan berpotensi untuk menjadi amblesan.Di dalam ruang lingkup ilmu geologi dikenal istilah sesar.Sesar merupakan rekahan yang memiliki pergerakan horisontal maupun vertical dan pergerakannya tersebut  yang sebenarnya berpotensi menimbulkan amblesan tanah.

 
Prof.Lambok.M. Hutasoit yang merupakan guru besar Teknik Geologi ITB,mengatakan bahwa tercatat tanah amblas di Bandung ini sudah mencapai setengah meter dalam pidatonya  yang berjudul Simulasi Numerik Dalam Hidrologi pada 21 Oktober 2011.Hal tersebut menunjukan bahwa sebenarnya dalam cakupan daerah yang luas ,tanah  Bandung ini memang sedang mengalami penurunan.Amblesan tanah ini pun sering muncul dalam bentuk lubang berdiameter tertentu ataupun suatu gradasi tinggi permukaan tanah yang berbeda pada satu lokasi dan berlangsung seketika. Pada 24 dan 28 Maret 2010 Pos Kota Online memberitakan terjadinya tanah amblas di Kampung Legok Hayam,Desa Girimekar,Cilengkrang dan  di Kampung Dara Wetan .Pada bulan yang sama TribunNews secara online memberitakan tanah amblas di Desa Nanjung dan pada tahun 2011 Pikiran Rakyat dan Radar Bandung memberitakan bahwa telah terjadi  pula tanah amblas di Taman Setiabudi serta Kampung Talagakawung,Kecamatan Cipageran. Fakta yang ada ini merupakan suatu bukti bahwa peristiwa tanah amblas ini bukan lagi sebagai ancaman akan tetapi sudah menjadi bencana bagi masyarakat Bandung.Tanah ambles di Desa Girimekar mungkin merupakan yang paling merugikan ,karena bencana ini menghancurkan delapan rumah warga setempat dan 39 rumah lainnya retak-retak,sementara itu sebanyak 496 orang penduduk dievakuasi untuk menghindari jatuhnya korban jiwa   .Diperlukan penelitian dan kajian secara rinci memang untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari peristiwa tanah amblas di tempat-tempat tersebut ataupun lokasi amblesan lain.Namun dengan mengetahui dan memahami setiap ciri lingkungan yang berpotensi untuk menjadi lokasi tanah amblas sesuai penjabaran diatas,setidaknya kita dapat lebih waspada.Sudah saatnya seluruh masyarakat dan pemerintah, lebih peduli terhadap lingkungan sekitar,terutama terhadap pengelolaan air tanah,tata cara dan letak pembangunan infrastruktur seperti kantor,gedung pencakar langit dan sejenisnya,agar bencana semacam ini tak lagi berlanjut atau setidaknya terminimalisir.

Minggu, 01 Januari 2012


                Zona Mineralisasi Daerah Cupunagara


Tanggal  15 Desember 2011,merupakan waktu yang sangat berharga bagi saya sebagai mahasiswa geologi,karena pada saat itu pertama kalinya saya melihat secara langsung zona mineralisasi dalam keadaan sudah mendapat dasar pemahamannya.Daerah mineralisasi tersebut terdapat di Desa Cupunagara,suatu desa yang berada tepat dipuncak bukit yang dikelilingi gunung-gunung.Desa Cupunagara berada di Kecamatan Cisalak , Kabupaten Subang , Jawa Barat dengan koordinat 107039’- 45’ BT dan 6042’15” – 50” LS.Daerah Cupunagara ini merupakan cekungan kaldera yang berdampingan dengan kaldera Cibitung ,berbatasan dengan Gunung Tangkubanparahu di barat,Gunung Bukittunggul di selatan,Gunung Canggak di timur,dan di utara dengan perbukitan Tambakan.Desa Cupunagara ini berada di dalam cekungan kaldera Cupunagara , dikelilingi oleh kebun teh dan kina yang tumbuh sumbur,disamping lebatnya hutan disepanjang lerengnya.
Ada tiga tempat yang saya kunjungi di daerah Cupunagara,tak jauh dari desanya. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah singkapan yang tepat berada di gapura Desa Cupunagara,pada saat itu pukul 11.00 dalam keadaan berawan.Singkapan tersebut berwarna coklat dengan corak putih dan abu,terlihat jelas adanya urat disana dan dilengkapi juga oleh rekahan-rekahan.Sampel batuan diambil dari singkapan tersebut dalam keadaan getas,berwarna coklat kemerahan berselang abu-abu dengan bercak putih menyebar merata dan terlihat urat berwarna hitam.Analisis awal dari kenampakannya ,semua mineral berwarna dalam sampel tersebut adalah mineral lempung sedangkan ditinjau dengan hubungannya dengan keterdapatan mineral sulfide didekat lokasi satu,urat berwarna hitam berasal dari mineral sulfide juga.
                                                 singkapan 1 ( foto oleh Rizky Valentra ) 


sampel batuan di lokasi 1 ( foto oleh Rizky Valentra )
                                           
Pada pukul 12.15,dalam keadaan berawan,saya mengunjungi lokasi kedua yang terletak dipinggir jalan utama menuju desa,konturnya lebih rendah daripada jalan,100 m keluar  Desa Cupunagara .Singkapan yang ditemui hampir sama dengan lokasi satu namun memiliki pembeda dari jarangnya kehadiran urat berwarna hitam dan munculnya mineral berwarna merah.Setelah sampel diambil dan berdasarkan kenampakan dan ciri fisik,lagi-lagi mineral lempung yang saya temui serta munculnya realgar dan kuarsa berukuran kasar tersebar dalam tubuh batuan.
                                                   sampel batuan dilokasi 2 ( foto oleh Rizky Valentra )
                             
Tempat terakhir yang saya kunjungi terdapat di dalam Desa Cupunagara,dipinggir jalan utama desa,menuruni lereng,300 m dari lokasi dua ,daerah dengan kontur lebih rendah dari lokasi sebelumnya,merupakan bekas pertambangan emas didekat sungai.Terdapat dua singkapan yang menunjukan cirinya tersendiri.Singkapan pertama terletak di antara jalur sungai,dalam keadaan getas terlapukan,berwarna putih keabuan dan dilengkapi rekahan-rekahan.Singkapan kedua merupakan jalur sungai yang menunjukan gradasi warna,dengan susunan warna putih,abu-abu,dan merah menjauhi alur sungai.Dari ciri fisik yang terdapat di sampel,didapatkan kesimpulan sementara bahwa mineral berwarna tersebut merupakan mineral lempung.Namun hal yang menarik dilokasi ini adalah banyaknya urat kuarsa yang memperlihatkan struktur colloform dan rongga residual,disertai mineral sulfide dalam bentuk pirit yang melimpah,.Dalam keberjalanannya di lokasi tiga ini saya tidak menemukan indikasi emas dipermukaaannya dan tidak dapat memasuki terowongan bawah tanah bekas tambang  emas tersebut.
singkapan 3 ( foto oleh Rizky Valentra )

Analisis awal dari kunjungan saya ini bahwa ketiga lokasi tersebut merupakan zona alterasi hidrotermal berjenis argilik yang mengalami pelapukan lebih lanjut dan mineralisasinya termasuk pada epitermal low sulfidation.Hal tersebut mengacu pada kelimpahan mineral lempung,kondisi singkapan,struktur kuarsa dan hasil penelitian sebelumnya (Bronto,2003) yang menyebutkan bahwa didaerah Cupunagara ini telah terjadi  volkanisme pada Zaman Tersier.